DILEMA
Sore ini aku belum
beranjak dari kamarku, masih terpekur menghayati cerita novel ditanganku, namun
lamunanku membawaku ke dalam cerita yang berbeda, ini tentang aku. Sekian lama
aku mencoba membuka diri dengan sosok makhluk bernama laki-laki, yang dulu
sangat kuhindari karena fobiaku yang cukup aneh ini, kini kembali diri ini
ingin menjauh. Enggar, sosok itulah yang membuatku begini. Ketika masih di
bangku SMU, sejak tahun pertama dia cukup dekat denganku, selain kami selalu
satu kelas setiap terjadi rolling class, ternyata dia masih terbilang saudara
jauhku, hal itu kuketahui saat pamanku mengadakan akikah atas kelahiran anaknya
yang kedua, dan dia adalah anak dari kakak bibiku. Uh aku benar-benar tak
menyangka, hupfff… dan mulai saat itu dialah satu-satunya teman laki-laki yang
dekat denganku, setiap bersamanya aku merasa telah mendapatkan seorang kakak yang
dulu amat kurindukan. Yah takdir yang menjadikan aku terlahir sebagai anak
semata wayang membuatku selalu kesepian dan terlebih aku yang pendiam dan kuper
ini semakin membuatku tak banyak memiliki teman.
Tak terasa juga
persahabatan kami bertahan sampai kami lulus hingga tahun pertama kuliah kami.
Dan saat itulah kusadari ada yang berubah dengan Enggar, tepatnya setelah ia
pacaran dengan rekan satu band-nya. Aku merasa ia semakin jauh, aku merasa
kehilangan, tapi aku sadar aku tak boleh egois lagi pula dia bukan seorang
milikku, dan aku tak memedulikannya lagi. Sampai suatu hari, saat aku sedang
menikmati segelas es doger favoritku di kantin kampus, seorang perempuan cantik
menghampiriku, yang kini kutahu ia bernama Santi, dengan wajah yang tak
bersahabat dia menginterogasiku tentang hubunganku dengan Enggar. Aku merasa
heran mengapa ia memarahiku seperti itu, padahal sejak Enggar punya pacar aku
jarang bertemu dia, Ternyata Santi merasa dipermainkan oleh Enggar, ia merasa
Enggar tidak benar-benar mencintainya, pernah suatu kali tidak sengaja dia
membaca buku harian Enggar, dan yang tertulis didalamnya hanya tentang aku… dan
itu membuat Santi tidak terima, sampai akhirnya dia menemuiku saat itu, dan
kukatakan saja bahwa aku tidak memiliki hubungan istimewa dengan Enggar karena
aku hanya menganggapnya kakak. Tapi sepertinya penjelasanku sia-sia saja, tak
digubris olehnya dan tak banyak yang bisa ku perbuat.. hanya diam dan mendengar
semua caci makinya…
Beberapa hari setelah
kejadian itu, Enggar tiba-tiba muncul di rumahku, tanpa merasa bersalah dia
mengajakku untuk menemaninya mencari kado untuk pacarnya itu. Ingin sekali ku
menolak tapi karena desakan mama terpaksa aku menemaninya. Tak banyak bicara
aku selama menemaninya. Ku biarkan saja dulu, biar dia sadar bahwa dia punya
salah sama aku. Tapi kutunggu-tunggu, malah dia-nya tetap asik sendiri memilih-milih
barang… hupfff…”ya ampun orang ini gak peka banget sih, kalau aku udah capek
disini, atau dia memang gak tahu ada
masalah yang harus dia jelaskan padaku…
hupff..” batinku.
Akhirnya selesai juga dia
memilih barang, lega juga aku akhirnya…
“Lin, aku laper ni, kamu
iya gak??” tanya Enggar.
“hupfff… ku gak laper,
Cuma capek aja…” jawabku ketus.
“oke, kalo gitu kamu
temenin aku makan ya, sambil kamu
istirahat juga, trus karena kamu gak laper, ku traktir es krim kesukaan kamu ja ya..” ajaknya.
“eah terserah kamu lah,
yang penting capekku bisa hilang…” ketus ku.
“oke.. come on” katanya
sambil menarik tanganku.
Setelah duduk sambil
menunggu pesanan…
“Lin, kamu gak suka ya
nemenin aku hari ini??” tanya Enggar.
Lagi ngrasa nih orang ,
batinku. Tapi sengaja ku tak menjawab tanyanya.
“Lina,,.. kok diem sih??
Kamu kepaksa ya nemenin aku, karena mama kamu yang nyuruh tadi.” Tanya Enggar
lagi. Kubertahan untuk diam saja.
Kurasa Enggar mulai kesal
dengan sikapku.
“Please Lin, jangan diem
aja dong… apa aku punya salah ya sama kamu sampe kamu diemin aku gini. Tapi aku
gak ngrasa aku punya salah sama kamu, kamu bilang dong apa salahku…”, protesnya
memohon. Masih ku biarkan, tapi melihatnya menatapku dengan tatapan kesal
seperti itu, malah aku sendiri yang merasa bersalah sekarang. Kurasa dia memang
gak tahu kalau Santi pernah menemuiku dan marah-marah padaku. Yah, mungkin aku
yang harus ngomong..
“Beberapa hari yang lalu,
cewek kamu nyariin aku dan marah-marah gak jelas sama aku, dan bawa-bawa aku ke
dalam urusan hubungan kalian, aku kesal dan juga marah,.. aku gak tahu apa-apa,
Nggar.” Ucapku akhirnya.
“hah, Santi datengin kamu
dan marah-marah… ngomong apa aja dia??”tanya Enggar.
“Bukannya kamu uda tahu
apa masalahnya, harusnya kamu yang jelasin ke aku, kenapa dia marah-marahnya
sama aku.. apa aku pernah buat salah padanya, aku kenal sama dia aja, kamu yang
kenalin ….!!” Ujarku makin kesal.
“tapi aku beneran gak tahu
apa masalahnya sampe dia harus marah ke kamu…
Jawabnya terhenti sejenak,
saat pramusaji datang membawa pesanan
kami…
“beberapa hari ini
sikapnya padaku memang agak berbeda, tapi aku gak tanya apa-apa padanya,
kupikir mungkin dia lagi badmood,,, dan aku juga lagi malas bertanya padanya,
nantilah setelah ini aku minta penjelasan dari sikapnya itu” jelasnya
Tapi kurasa itu bukan
kalimat yang menyelesaikan buatku.
“gitu aja??? Kamu egois
Nggar… kamu hanya mikirin urusan kamu aja, masalahnya ini juga menyangkut aku,
Nggar.. aku nggak terima” jawabku kesal.
“iya aku tahu, aku minta
maaf banget sama kamu, entah kenapa kamu bisa ikut terlibat…”jelasnya.
“itu salahmu…”
“eah,,, aku tahu itu, tapi
akan aku selesaikan secepatnya, aku juga sudah lelah dengan hubungan ini…”
“maksudmu…??” tanyaku tak
mengerti.
“ya aku udah lama ingin
mutusin Santi, karna sebenarnya aku gak pernah suka dengannya, dia yang mohon
aku mau jadi pacarnya, dan entah kenapa saat itu aku menerimanya, padahal ada
orang lain yang aku suka dan sekarang aku akan berusaha untuk mengejar cintaku
itu…”terangnya.
“hah….”gak habis pikirku
mendengar penjelasannya.
“jadi selama ini kamu
terpaksa jadian sama dia, kenapa kamu gak ngomong jujur sejak dulu kalau memang
kamu uda punya cewek yang kamu suka,,, kalau kayak gini memang benar sejak awal
kamulah yang salah, Nggar. Ku harap masalah kamu ini cepat selesai....”terangku.
Setelah itu, perjalanan
pulangku hanya terisi kediaman.
dan lamunan itu terhenti,
saat mama memanggilku untuk keluar makan bersama.
=======0000=======
Keadaan alam yang sudah
tak bersahabat lagi dengan manusia membuat cuaca setiap hari berubah –ubah tak
menentu. Di ruangan kuliah ku hari ini pun, tugas air conditioner terasa
sia-sia untuk menyejukkan ruangan, atau mungkin karena terlalu banyak penghuni
yang tinggal. Berkali-kali kulihat jam
tangan, rasanya aku ingin segera berlari ke kantin kampus untuk segera
menuntaskan dahaga yang begitu menyiksa, semoga saja aku belum dehidrasi. Ups…
akhirnya..
“baik rekan-rekan semua
kita cukupkan sekian kuliah kita hari ini, dan kita akan bertemu lagi hari Rabu
depan, terima kasih dan selamat siang.” Suara dosen mengakhiri kuliahku hari
ini membuat mataku berbinar kembali, bayangan kantin kampus dan es doger
semakin dekat, oh… hanya saja sebuah suara mencegahku untuk segera beranjak…
“Lin, tunggu sebentar aku ingin bicara sama kamu!!” mau apa lagi sih orang ini,
batinku. Aku terpaksa duduk lagi di bangkuku, “Bicara apa?? Aku hanya punya
sedikit waktu, aku buru-buru…!!” “Lin, aku tahu kamu masih marah sama aku, tapi
aku ingin kamu denger penjelasanku dulu.”pintanya , membuatku menyipitkan mata,
“kamu tahu aku sangat menghargai kejujuran, dan aku sudah cukup percaya itu,
tapi sekali kau telah berbohong, aku tak bisa untuk percaya lagi sama kamu, dan
maaf waktuku hampir habis, aku harus pergi...” aku beranjak meninggalkannya,
namun tangan ku tertahan, “Enggar lepasin!!” “kau belum memaafkanku???” “Enggar,
aku udah maafin kamu, tapi maaf aku tidak bisa percaya lagi sama kamu, dan aku
mohon kamu jangan ganggu aku, sekarang tolong lepasin tanganku!!!” pintaku.
Sejenak sosok disampingku hanya terdiam, pegangannya masih erat ditanganku. Aku
berusaha melepasnya, tapi tiba-tiba dia berdiri dan memelukku erat, aku kaget
dan refleks meronta untuk lepas dari pelukannya, namun dia terlalu kuat
bagiku... “Enggar, apa-apan kamu??? Lepasin nggar…”suaraku tertahan. “sebentar
saja Lin,..” pintanya, “enggak, kalo kamu masih ingin ku maafkan, tolong
lepasin aku!!!” aku berusaha lagi melepaskan diri, dan tahu bahwa aku tak
menyukai perlakuannya itu, perlahan ia mengendurkan pelukannya dan melepasku.
“maaf Lin, aku tak mau kau marah lagi padaku, tapi setelah apa yang udah terjadi,
apakah kita masih bisa …hmm… berteman seperti dulu??!!!” aku masih belum bisa
percaya mendengar perkataannya barusan, “mungkin, tapi kurasa tak’kan seperti
dulu…!!” tanpa melihat wajahnya aku segera beranjak pergi dari ruang kuliah itu.
Hupffff….
Akhirnya rencanaku untuk melepas dahaga pun terhalang, kuputuskan segera pulang
meninggalkan kampus, beruntung aku tidak ada kuliah lagi hari ini…=== TO BE CONTINUE===
makasih bagi yang udah menyimak cerita di atas, boleh ngasih kritik tapi jangan lupa sarannya juga lho... :) koment aja ya... kebetulan penulis lagi mentok, butuh inspirasi baru nih... ditunggu ya!!
0 Comments

